NARASI21.ID – (PERSPEKTIF PSIKOLOGI) Fenomena ghosting telah menjadi isu yang semakin umum dalam konteks hubungan interpersonal, terutama di era digital saat ini. Istilah ini merujuk pada tindakan seseorang yang secara tiba-tiba dan tanpa penjelasan memutuskan komunikasi dengan orang lain (Masitah, 2024). Baik dalam konteks percintaan, persahabatan, maupun interaksi sosial lainnya. Munculnya platform media sosial dan aplikasi kencan telah mempercepat dan mempermudah praktik ini, namun dampaknya terhadap individu yang ditinggalkan sering kali diabaikan. Oleh karena itu, penting untuk memahami ghosting dari perspektif psikologi untuk mengeksplorasi alasan di balik perilaku ini dan konsekuensinya.
Ilmu psikologi merupakan ilmu pengetahuan yang juga mempelajari perilaku manusia, tidak terkecuali fenomena perilaku ghosting ini. Seperti pendapat seorang psikolog bernama Jennice Vilhauer mengungkapkan bahwa ghosting adalah salah satu silent treatment yang dipandang sebagai kekejaman emosional dalam dunia psikologi (Rahmatin et al., 2021). Fenomena ghosting ini dapat dijelaskan penyebab, faktor pendorong, dan dampaknya bagi korban melalui perspektif psikologi.
Kemudian ghosting juga memiliki dampak buruk bagi korbannya. Menurut Vilhauer (Rahmatin et al., 2021) ada beberapa dampak buruk yang mungkin akan dialami ghostee, beberapa diantaranya seperti korban akan merasa kebingungan dalam memahami kondisi yang sedang terjadi. Selanjutya korban merasa rendah diri karena kesulitan mentolerir rasa sakit akibat ditinggalkan. Kemudian korban bisa saja akan menyalahkan diri sendiri karena tidak mengetahui alasan yang jelas sebab mereka ditinggalkan. Serta masih banyak lagi dampak psikologis seperti kemarahan, merasa kehilangan harapan, malu, dan harga diri yang menurun.
Selain itu,menurut LeFebvre (Dalam Peni Nur Rizky & Hesty Yuliasari,2022). ghosting juga mencerminkan perubahan dalam norma sosial dan cara orang berinteraksi di era digital. Dengan komunikasi yang semakin terbatas pada pesan teks dan media sosial, ada kecenderungan untuk menghilangkan keterlibatan emosional yang lebih mendalam dalam hubungan. Hal ini mengarah pada pemahaman yang kurang tentang dampak dari tindakan tersebut, baik bagi pelaku maupun korban. Melalui pendekatan psikologis, artikel ini bertujuan untuk menggali bagaimana dinamika ini berkembang dan apa artinya bagi masyarakat. Memutuskan hubungan dengan memutus kontak mungkin sudah ada sejak lama, namun dengan adanya perkembangan teknologi membuat ghosting menjadi strategi pemutusan hubungan yang terlihat lebih menonjol. Ghostingkemudian pada dasarnya menjadi metode tindakan menghindari berkomunikasi dengan individu tertentu.
Ghosting adalah tindakan menghentikan hubungan pribadi dengan seseorang secra Mendadak tanpa memberikan penjelasan, menarik diri dari semua saluran komunikasi tanpa memberi peringatan atau alasan yang jelas, serta mengabaikan usaha individu untuk menjalin komunikasi yang dilakukan melalui teknologi (Janna, 2017)
(Hutami,2020) berpendapat bahwa ghosting adalah situasi di mana seseorang mengakhiri hubungan dengan menghentikan semua bentuk komunikasi secara mendadak dan tanpa memberikan penjelasan.
ghosting sering diartikan sebagai suatu tindakan meninggalkan atau pemutusan hubungan secara sepihak yang biasanya terjadi pada hubungan yang belum jelas statusnya atau terjadi pada saat masa pendekatan dan bisa terjadi juga pada hubungan yang sudah memiliki status yang jelas. (Rahmatin, Sari, Ramadhani, Insani, & Apriani, 2021).
Dengan demikian, ghosting dapat dilihat sebagai tindakan yang menghindari tanggung jawab emosional dan komunikasi yang terbuka, sementara pemutusan hubungan konvensional lebih menekankan pada kejujuran dan dialog. Kedua pendekatan ini mencerminkan cara individu berinteraksi dan menangani perasaan dalam hubungan, tetapi dengan dampak psikologis yang sangat berbeda bagi mereka yang terlibat.
Faktor Psikologis yang Mendorong Ghosting
Faktor psikologis yang mendorong perilaku ghosting di kalangan individu, terutama pada anak muda, dapat dijelaskan melalui beberapa aspek yaitu:
- masalah gaya keterikatan,
gaya keterikatan juga berperan penting dalam perilaku ghosting. Individu dengan avoidant attachment style cenderung merasa tidak nyaman dengan kedekatan emosional dan lebih suka menjaga jarak. Hal ini sering kali berakar dari pengalaman masa kecil yang kurang mendapatkan kasih sayang, yang membuat mereka enggan untuk terlibat secara emosional Taft (dalam Peni Nur Rizky & Hesty Yuliasari,2022).
- kesehatan mental
Gangguan kesehatan mental, seperti depresi dan kecemasan, dapat menyebabkan seseorang menarik diri dari hubungan sosial. Individu yang mengalami depresi mungkin merasa tidak cukup baik untuk pasangan mereka atau merasa tertekan oleh interaksi sosial, sehingga memilih untuk menghilang daripada menghadapi situasi tersebuut.Sedangkan depresi,orang yang depresi memiliki ciri salah satunya yaitu menarik diri dari kehidupan sosial dan kurangnya gairah hidup.Jadi,permasalahan hidup yang membuat seseorang depresi dapat menjadi sebeb orang tersebut secara tiba-tiba melakukan ghosting ( Dzilhaq,2021)
- penghindaran konflik
banyak orang melakukan ghosting sebagai cara untuk menghindari konfrontasi. Mereka mungkin merasa tidak nyaman menghadapi konflik atau diskusi yang sulit, sehingga memilih untuk mengakhiri hubungan tanpa menjelaskan alasan di balik keputusan tersebut. Ini sering kali dianggap sebagai cara yang lebih mudah untuk menghindari potensi pertikaian.Seseorang yang melakukan ghosting karena menghindari konfrontansi atau konflik.Terkadang juga karena takut dan menghindari tanggapan emosional seperti menangis atau marah Grande (dalam Peni Nur Rizky & Hesty Yuliasari,2022).
- Menurut Vilhauer (dalam Peni Nur Rizky & Hesty Yuliasari,2022). ketidaknyamanan dalam Hubungan, perasaan tidak nyaman dalam hubungan, baik karena ketidakcocokan atau perbedaan nilai, juga dapat memicu perilaku ghosting. Seseorang yang merasa bahwa hubungan tersebut tidak lagi memenuhi kebutuhan emosional atau psikologis mereka mungkin memilih untuk pergi tanpa memberikan penjelasan. individu-individu yang melakukan ghosting dikarenakan mereka ingin menghindari perasaan tidak nyaman yang mungkin akan terjadi, namun mereka tidak memikirkan akibat perbuatan mereka terhadap korban.
Perilaku ghosting berdampak buruk tehadap psikologis korban
Perilaku ghosting dapat memberikan dampak negatif terhadap kesehatan psikologis korban, baik dalam aspek kognitif, afektif, maupun perilaku. Beberapa efek ghosting terhadap kesehatan mental meliputi: pertama, kebingungan yang dialami korban karena kesulitan memahami situasi yang Terjadi pada saat itu. Kedua, perasaan rendah diri, di mana banyak korban mengalami kesulitan dalam mengatasi rasa sakit akibat ditinggalkan, yang berujung pada penurunan kepercayaan diri. Ketiga, adanya kecenderungan untuk menyalahkan diri sendiri, karena korban tidak mengetahui dengan jelas kesalahan yang mungkin mereka lakukan.(Addawiyah et al., 2023)
Strategi untuk Mengatasi dan Mencegah Ghosting
Mengatasi dan mencegah ghosting memerlukan pendekatan yang komprehensif dan berfokus pada komunikasi yang efektif. Salah satu strategi utama adalah membangun transparansi emosional dengan pasangan, di mana penting untuk mengungkapkan perasaan dan harapan secara jelas. Kesepakatan bersama mengenai cara berkomunikasi dan menyelesaikan konflik juga dapat menciptakan rasa aman dalam hubungan. Selain itu, mengembangkan keterampilan sosial, seperti pelatihan keterampilan interpersonal, dapat membantu individu merasa lebih nyaman dalam menghadapi situasi sulit, termasuk saat harus mengakhiri hubungan. Meningkatkan dukungan sosial dengan memiliki jaringan yang kuat juga sangat bermanfaat.
Strategi koping positif, baik yang berfokus pada masalah maupun emosi, menjadi kunci dalam menghadapi situasi ghosting. Mengidentifikasi masalah dan mencari solusi konstruktif melalui diskusi dengan pasangan dapat membantu mengurangi ketidakpuasan. Sementara itu, mengelola emosi dengan cara positif, seperti meditasi atau berbicara dengan teman dekat, dapat memberikan perspektif baru. Penyuluhan dan edukasi tentang dinamika hubungan juga penting; memahami perilaku ghosting dan dampaknya dapat meningkatkan kesadaran diri individu.( Arifin, 2017) adalah strategi Koping yang digunakan oleh individu dengan berfokus pada menghilangkan emosi yang terkait dengan situasi stress, meskipun situasi itu sendiri tidak dapat diubah. Jadi, Emotion Focused Coping atau strategi koping yang berfokus pada emosi merupakan upaya individu untuk mengurangi atau menghilangkan stress yang mereka rasakan, bukan dengan menghadapinya secara langsung, melainkan dengan berusaha menjaga keseimbangan emosi mereka.
Di era digital saat ini, memanfaatkan teknologi dengan bijak sangat penting. Memilih aplikasi kencan yang mendorong komunikasi terbuka dapat membantu mengurangi kejadian ghosting, sementara menghapus aplikasi jika merasa tidak nyaman bisa menjadi langkah untuk menjaga kesehatan mental. Terakhir, menerima pengalaman ghosting sebagai pelajaran berharga untuk memahami diri sendiri dan fokus pada pertumbuhan pribadi akan membantu individu melanjutkan hidup dengan lebih positif setelah mengalami situasi tersebut. Dengan menerapkan strategi-strategi ini, individu dapat lebih siap menghadapi kemungkinan ghosting dan mengurangi dampak negatif yang ditimbulkannya.
Kesimpulan
Ghosting merupakan fenomena yang semakin umum dalam konteks hubungan interpersonal di era digital, di mana seseorang menghentikan komunikasi secara tiba-tiba tanpa penjelasan. Artikel ini menjelaskan faktor-faktor psikologis yang mendorong perilaku ghosting, termasuk ketakutan akan komitmen, gaya keterikatan, dan penghindaran konflik. Dampak ghosting terhadap kesehatan mental korban, seperti kebingungan, rendah diri, dan kecenderungan menyalahkan diri sendiri, menunjukkan pentingnya pemahaman yang lebih dalam mengenai konsekuensi emosional dari tindakan ini.
Perbedaan mendasar antara ghosting dan pemutusan hubungan konvensional juga dibahas, menyoroti bagaimana ghosting menghindari tanggung jawab emosional dan komunikasi yang terbuka. Untuk mengatasi dan mencegah ghosting, penting untuk membangun komunikasi yang efektif, meningkatkan dukungan sosial, dan mengembangkan keterampilan interpersonal. Dengan menerapkan strategi-strategi ini, individu dapat lebih siap menghadapi situasi ghosting dan mempromosikan hubungan yang lebih sehat dan saling menghargai. Melalui pemahaman yang lebih baik tentang ghosting, kita dapat mendorong diskusi mengenai pentingnya komunikasi dalam hubungan interpersonal dan mengurangi prevalensinya.
Daftar Pustaka
Addawiyah, M. R., Aprilia, J., Habibah, S., & Hasanah, A. (2023). Emotion Focused Coping Yang Dilakukan Oleh Korban Ghosting. 1(1), 49–68.
Arifin, S. (2017). Dukungan Sosial, Emotional Focus Coping dan Stres Peserta Program Keluarga Harapan. 5–6.
Dzilhaq N. C. (2021, Maret 11). Ghosting: Penyebab, Dampak, dan Tips Menghadapinya. Diambil dari: https://kampuspsikologi.com/ghosting–penyebab–dampak–dan–tipsmenghadapinya/?amp.
Hutami, N. E. T. (2020). Hubungan Perilaku Ghosting Dengan Depresi Pada Remaja Akhir.
Janna, M. (2017). Dewasa Awal di Perum SELF LOVE PADA KORBAN GHOSTING (Studi Kasus Padaahan Pondok Indah Tunggorono Jombang). 11–44.
MASITAH, R. (2024). DAMPAK PSIKOLOGIS PERILAKU GHOSTING PADA MAHASISWA PSIKOLOGI UNIVERSITAS MEDAN AREA SKRIPSI Diajukan Oleh : RACHMANIA
MASITAH FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MEDAN AREA MEDAN SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Sarja.
Rahmatin, S. U., Sari, N.S.Y.E., Ramadhanti, R., Insani, N. N., Apriani, N. (2021). Dinamika Psikologis Resiliensi Pada Korban Ghosting. ACADEMIA journal of mulitidisciplinary studies, 5 (2), 239-258.Diambil dari: https://ejournal.iainsurakarta.ac.id/index.php/academica/article/view/4109/1399.
Rizky.P.N.,& Hesty Yuliasari.(2022).Ghosting Dalam Perspektif Psikologi:Penyebab, Faktor, Pendorong, Dan Dampak Psikologi. 8(16)